Laman

Minggu, 18 November 2012

SOSOK IBU DIMATAKU

BILA aku pandang dari alam rahim seorang ibu, aku bisa melihat, mendengar dan merasakan. Akan tetapi aku melihat meminjam mata ibuku. Mendengar juga meminjam telinga ibuku dan untuk merasakan aku masih juga meminjam alat perasa dari ibu yaitu lidah. Kadang ibuku merasa kepingin yang sangat… sangat ingin, untuk makan buah yang asem-asem, itu adalah keinginanku yang begitu menggebu-gebu akan suatu hal. Ini dalam masyarakat kita disebut “ngidam”.
Disini dialam rahim ibuku terasa sangat nyaman dan damai. Serasa semua kebutuhanku selalu terpenuhi karena pikiranku mudah untuk kutransper kepada ibuku secara telepati. Ibu dapat merasakan keinginanku. Sering aku mendengar ibuku berbicara padaku, “ anakku buah hatiku ibu pingin banget kau jadi anak yang kuat, sholeh dan manis!” suara ibuku sangat lembut, sambil mengusap-usap perutnya. Jawabku, ibu .. tolong jaga aku dari segala hal yang buruk baik dari ucapan, tindakan maupun yang ibu makan, dari segala hal yang buruk atau haram, mudah-mudahan aku jadi anak yang kuat sholeh dan juga tampan.” Ucapku untuk meyakinkan ibuku.Aku juga sering mendengar suara ayahku. Dengan suara berat ayah berkata, “jagoan ayah lagi ngapain didalam?” aku hanya bisa merasa dan menjawab dalam hati, “aku sedang bersama ayah dan ibu, damai banget disini yah!”
Tepat usiaku enam bulan di dalam kandungan, aku mulai merasa agak kurang nyaman, mungkin tubuhku yang terus tumbuh. Aku merasakan ibu mulai aktif untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan seperti jalan sehat setiap pagi bersama ayah dan juga olah raga ringan lainnya. Ibu punya keyakinan dengan banyak aktifitas mudah-mudahan aku bisa keluar dengan lancar nantinya.
Menjelang usiaku genap delapan bulan dalam kandungan ibu tidak banyak lagi memakan asupan-asupan yang banyak mengandung lemak dan membatasi juga minum obat-obatan, yang seharusnya tidak dilanggar karena itu adalah saran dokter. Tetapi ibuku takut anak yang dikandung didalam rahim akan tumbuh jadi sangat besar, ini bisa-bisa mempersulit proses kelahiranku. Untuk antisipasi ibu banyak memakan sayur-sayuran sehat seperti kentang salah satunya juga memperbanyak makan buah-buahan dan susu kedelai yang sangat diyakini ibu merupakan asupan yang sangat penting untuk kulit dan otakku agar aku jadi anak yang sehat plus pintar.
Pernah sekali aku mengalami guncangan yang sangat hebat, aku rasa ibu terjatuh akibat lantai yang licin didalam rumah. Tetapi ibuku rupanya orang yang kuat, ibu mencoba bangkit walaupun terkesan lambat bagiku, tetapi tiba-tiba aku merasa ibu kok dapat bangkit begitu cepat, ternyata ibuku dibantu oleh ayah yang datang tiba-tiba karena mendengar ibuku jatuh. Ayahku rupanya sangat panik “ Aduh… gimana ibu gak apa-apakan, hati-hati dong bu?” Tanya ayahku penuh selidik. “ gak apa-apa yah ibu cuma merasa pegal banget, ayah gak perlu kuatir nanti juga hilang sakitnya,” jawab ibu meyakinkah ayah. “Apa perlu ayah hubungi dokter Budi untuk memeriksa kondisi ibu?” Perlu diketahui dokter Budi adalah dokter keluarga kami, sekaligus teman ayah mereka sama-sama satu lokal di SMA Panca Budi. “Gak usah yah ah.. nanti malah ibu kena suntik lagi, ibu paling alergi dengan jarum suntik,” jawab ibu penuh ketakutan. “ Okelah bu, sekarang ibu istirahat dikamar ya?” sambil membopong ibu kekamar dengan sangat hati-hati ayah membantu ibu naik ketempat tidur maklum tempat tidur kami agak tinggi peninggalan kakek dan nenek. Didalam rahim ibu aku merasa, begitu sangat indah hubungan ayah dan ibuku penuh dengan kasih sayang dan cinta kasih yang begitu tulus mungkin karena demi anak pertama mereka yaitu aku.
***
Waktu ternyata berjalan amat lambat sampailah usiaku di angka Sembilan bulan dalam kandungan. Aku merasa ukuran tubuhku begitu besar dan terasa sangat sempit di dalam sini, tetapi aku berusaha untuk bersabar. Aku harus jadi anak yang tangguh dan kuat, yang bisa jadi kebanggaan kedua orang tuaku kelak di kemudian harinya.
Waktu terus merangkak rasaku waktu agak terseok-seok. Detik berlari-lari kemudian berkumpul menjadi menit, menit rasaku gak secepat detik langkahnya sangat lambat sampai akhirnya berkumpul dalam satu jam, dua jam teruuuuuuuus berlalulah hari ke satu, dua, tiga dan seterusnya. Tepat hari kesembilan aku yang berada di rahim ibuku seakan-akan mengalami kontraksi-kontraksi yang menekan tubuhku untuk keluar sedikit demi sedikit, tetapi aku terhalang oleh lapisan-lapisan yang amat tipis. Diluar itu ibu merasa sangat perih dan mengaduh sambil sesekali memegang perutnya yang sangat besar. “ayah…. Kemari yaaah!!! Aduh… perih sekali ujar ibuku dengan wajah yang meringis menahan sakit. Ayah datang setengah berlari. “Bu sepertinya udah saatnya, ayo ayah tuntun kita segera kerumah sakit!” ayah menuntun ibu dengan hati-hati menuju mobil. Rupanya pak Parmin sopir kami sudah sigap dia membuka pintu dan segera menghidupkan mesin, “kita ke Gleaneagles kan pak?” serunya dengan napas tertahan. “Ya pak, tapi hati-hati jangan terlalu ngebut.” Ujar ayahku mengingatkan.
Sampai di rumah sakit, rupanya dokter Budi telah datang tentunya sebelumnya telah dihubungi ayah. Dokter Budi mengawal kami sampai diruang bersalin, dan mengenalkan kami dengan dokter Handoko yang khusus akan menangani kelahiranku. Beliau dokter lulusan luar negri, tetapi kelihatan masih muda dan sangat rapi tampa kaca mata kalau digambarkan sosok beliau mirip Superman yang ada di film. Dengan ramah beliau berkata pada ayah “percayakan kepada saya untuk menangani kelahiran anak bapak dan istri bapak!” serunya dengan suara mantap. “Terima kasih dok, saya percaya sama dokter karena saya udah banyak mendengar prestasi dokter dan kualifikasi dokter dari dokter Budi.” Ujar ayahku penuh keyakinan. “Baiklah saya coba untuk mengecek kondisi ibu Sulastri dulu ya?” ucap dokter kepada ayah sambil mempersiapkan alat pendeteksi nafas dan alat pengukur tekanan darah juga tak ketinggalan senter kecilnya. Setelah diperiksa dokter Handoko permisi sebentar dan berpesan pada ayah “Pak Surya tak usah sungkan kalau ada apa-apa kasih tau suster saya, saya akan datang!” sambil menunjuk suster yang akan menemani ibu. “Baik dok terima kasih.”
Bisa aku rasakan detak jantung ibu yang semakin cepat, sepertinya ibuku gugup banget maklumlah ini adalah kelahiran anak pertamanya yaitu aku. Seiring waktu terus bergulir aku semakin terdesak keluar akibat kontraksi yang begitu kuat. Ibu serasa tidak tahan lagi dan sambil merintih dengan suara sedikit tertahan memandang ayah dan berkata “Panggil saja …, dokternya yah!, ibu gak tahan lagi sepertinya hampir keluar!! Dengan buru-buru ayah menghubungi suster, lalu suster dengan segera memanggil dokter. Dengan terburu-buru dokter Handoko melangkah dan memerintahkan kepada tiga orang susternya untuk menyiapkan alat-alat yang di butuhkan untuk melahirkan. Dengan setia ayah mendampingi ibu sambil memegang tangan ibu, ayah selalu memberi semangat kepada ibu untuk tetap berusaha tampa putus asa. Bisa aku rasakan betapa keras perjuangan ibuku, seperti pejuang fisabilillah ibuku meregang-regang sekuat tenaga. “ dorong terus…sedikit lagi bu, kepala anaknya udah kelihatan,” ujar dokter meyakinkan ibu. Akhirnya dengan teriakan yang panjang dan sedikit tertahan, Akhhhhh…., akhirnya dirikupun meluncur keluar disertai air ketuban dan darah yang mngucur,berrrrr…..”Alhamdulillah, anak bapak dan Ibu laki-laki yang sehat!” ujar dokter dengan bangga. Sebaik keluar aku menjerit sejadi-jadinya oek…oek…oek, dengan cekatan ayah menggendongku dan sesuai syari`at agama Islam, ayah mengumandangkan adzan dikuping sebelah kananku. Begitu nyaringnya ayah melantunkan takbir, syahadat dan diakhiri kumandang Iqomah dikuping sebelah kiriku serasa menembus hati dan menghujam jantungku kalam Ilahi yang begitu agung. Ibu juga menyempatkan diri untuk melihatku dengan tatapan matanya yang berkaca-kaca menahan rasa haru dan gembira, seakan-akan semua pengorbanan baik darah dan keringat yang mengucur deras sudah lunas terbayar dengan kelahiran seorang bayi yang montok dan menggemaskan.
Kemudian aku dibawa keruangan inkubator untuk menjaga suhu tubuhku untuk selalu dalam kondisi terjaga dan hangat. Setelah satu hari baru aku dibawa suster untuk dipertemukan dengan orang yang sangat agung dalam hidupku Ibuku. Dengan senyuman yang merekah Ibuku menggendongku dan mulai menciumku selanjutnya memberiku ASI ekslusive, yang sangat nikmatnya. Beberapa menit kemudian kamar VIP rumah sakit tempat kami menginap mulai dikunjungi sanak saudaraku baik dari nenek dan kakek juga om-omku, mereka semua memandangku dengan kagum dan senyuman. Aku hanya bisa berkata dalam hati Alhamdulillah, terima kasih atas semua nikmat yang telah Kau berikan Tuhan dalam hidupku. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar